lama sudah saya tidak menulis. tidak lagi bisa menyemangati diri dan berdisiplin diri untuk menguratkan sebait tutur pikiran dan menuangkannya di media yang bisa dibaca oleh orang lain, ya minimal untuk diri sendiri. Manfaat terkecil nya bisa sebagai pengingat bagi diri sendiri sebelum lupa menyerang atau bisa menjadi bahan tertawaan suatu saat nanti. Menertawakan kebodohan diri sendiri dan bergumam " lucu ya..waktu itu pikiran ku cuma segini saja..", atau malah sebagai hal yang menjadi kita bangga.."wah ..ternyata yang kupikirkan waktu itu ternyat benar dan melampuai masanya". dan berbagai macam hal bisa terjadi kan.
beberapa waktu yang lalu saya disempatkan berkenalan dengan seorang bapak, seumuran bapak saya, tapi dia menarik perhatian saya dengan gaya dia bertutur dan berbahasa. saat memberikan suatu obrolan beliau memberikan suatu cerita yang sarat makna, bukan obrolan kosong yang sering saya dengar akhir-akhir ini. yah..perjalanan hidup saya akhir-akhir ini jauh dari obrolan berisi dan diskusi yang menginspirasi.
banyak hal kita bahas waktu perjalanan menuju kantor pejabat daerah waktu itu, sang bapak mulai membahas mengenai ibnu batutah. perjalanan seorang traveller muslim keliling dunia. si bapak membahasa pandangannya bahwa seorang traveller sangat berbeda dengan seorang petani. seorang traveller tidak punya tujuan karena saat dia mencapai kota tujuannya dia hanya akan sementara di sana dan kan melanjutkan perjalanan ke kota lainnya. seornag traveller tidak akan pernah memetik hasil, karena hasil yang dia dapat hanya bersifat temporary, tidak permanent. berbeda sekali dengan seorang petani, yang menjadi seorang sosok yang rela menunggui ladang dengan sabar dan akan memetik hasil di kemudian hari. seorang petani adalah seorang yang bisa menimbun bekal.
Percakapan mulai menarik saat saya membantah pandangan beliau tentang traveller yang tanpa tujuan dan tidak menghasilkan sesuatu. menurut saya sangat bebas jika ada orang yang beranggapan seperti itu. dan sangat wajar jika itu diucapkan dan terkait dengan kondisi fakta seorang traveller. tapi apakah seseorang kan menjadi traveller yang seperti digambarkan oleh halayak atau tidak, tetap menjadi sebuah pilihan yang unik bagi sang traveller itu sendiri. Dan saya mengutarakan pemikiran bahwa saya adalah seorang traveller (I wish I can go around the world, someday). saya mempunyai tujuan dan perjalanan itu sendiri menurut saya adalah perjalanan yang syarat makna. dan suatu saat dia kan berhenti dan meneruskan sisa hidup dengan memberikan cerita dan pelajaran yang baik buat generasi lanjutan.
kemudian persinggungan di awal percakapan tentang ibnu batuta, membuat saya kalap dan mengunduh apapun informasi tentang ibnu batutah. walaupun masih membaca sedikit tapi lewat celah sempit mata saya, saya berpendapat perjalanan ibnu batutah adalah perjalanan mencari makna tentang hidup, perjalanan mencapai cultural understanding untuk lebih menghargai apa yang kita punya.
trus kemudian si bapak menanyakan"kenapa kamu ngotot mau pergi keluar negeri dan melakukan pengembaraan?".
saya menjawab dengan enteng "expand the horizon pak. saya yakin untuk melihat suatu hal dalam diri kita kita perlu melihat dari berbagai perspektif, dan perjalanan ke negeri orang kan membuat kita lebih alus dalam memandang hidup."
si bapak hanya menjawab dengan senyum pendek.
kemudian saya mengutarakan mengenai imajinasi saya untuk punya keluarga yang multikultural, dalam artian saya punya keluarga dari budaya yang berbeda. walaupun akan sulit tapi jika punya pandangan jauh ke depan dan visi yang jelas saya yakin itu akan berhasil. bagi saya bagusnya mempunyai sebuah keluarga multikultural adalah bisa memilih nilai-nilai terbaik dari setiap budaya untuk kita terapkan. kita tidak harus terkungkung dengan aturan nilai tertentu, dan kitalah yang memegang kendali tentant suatu nilai (mungkin ini diluar konteks agama ya, kalo agama menurut saya semua indikatornya sudah jelas).
dan si bapak menyela, "bagus kok punya pikiran seperti itu, tapi satu hal hidup tanpa tradisi akan terasa hambar."
"Maksud bapak?" tanya saya sekenanya.
"ya kehidupan saya 18 tahun di New York, dan mencermati kehidupan masyarakat cosmopolitan seperti tokyo dan new york memberikan pengertian khusus tentang tradisi. ternnyata kehidupan seperti itu menjadikan manusia hidup solitaire, nafsi-nafsi, dan kadangkala pun stress dan persoalan hidup membuat dia gampang untuk mengambil jalan pintas. sangat berbeda dari seseorang yang tumbuh di keluarga yang hangat kental dengan tradisi, dimana kehidupan sosial lebih hidup, mereka terleihat lebih menikmati hidup."
dan saya pun hanya menyimak apa yang diucapkan oleh si bapak, ada benarnya tetapi menurut saya kita perlu mencoba, mix and match. di suatu sisi kita memerlukan masa untuk sendiri dan di lain sisi kebutuhan tentang tradisi juga penting. mungkin istilah teman saya adalah kemanapun pergi jangan lupa sama akar sendiri. sehingga kita tidak seperti layangan putus.
akhirnya mobil melaju dan obrolan terhenti karena kita sudah sampai di tempat tujuan. tetapi satu hal beliau berpesan pada saya, "menulislah karena dengan menulis pikiranmu akan hidup. setiap pemikiran yang gagal untuk dituliskan akan kembali ke alam bawah sadar. jadi mubazir kan kalau tidak ditulis?"
saya menjawab dengan senyum " baik, pak."
senang berkenalan dengan anda pak.
padang 2 february 2011
No comments:
Post a Comment